Bab. V.12. Berita Wafatnya Raja Silahisabungan.

Pada masa hidup Raja Silahisabungan  Didekat Huta Liha ada sebuah Liang Batu (gua) tempat penyimpanan barang pusaka. Kemudian digua inilah Raja Silahisabungan terkubur dengan legenda yang menakjubkan. Raja Silahisabungan  diperkirakan meninggal tahun 1450 dalam usia 150 tahun dan istrinya Pinggan Matio br.Padang Batanghari diperkirakan meninggal tahun 1420. sewaktu Pinggan Matio br.Padangbatanghari meninggal, jasadnya (bangkena) dimasukkan ke Liang Batu itu.

Setelah istrinya tercinta meninggal dunia , Raja Silahisabungan  Hidup menduda berpuluh tahun dan sering bepergian ke Samosir, simalungun, Tanah Karo, Langkat, Deli Serdang, dan Dairi, mengunjungi cucu – cicit dan piutnya ( pahompu, nini – ondok – ondokna). Raja Silahisabungan Yang terkenal “ Datu Bolon jala Nasakti “ meninggal (mate) tidak sama seperti manusia biasa.

Pada suatu ketika tepat pada hari purnama (tula), Raja Silahisabungan mengumpulkan sanak keluarganya di Huta Lahi dan berkata : “ nunga Jonok tingki mulak ahu tu mulajadi Nabolon. Denggan- denggan ma hamu masihaholonan. Tongkin nari borhat ma ahu mandapothon parsonduk bolon tu Liang batu. Tusi ma pataru hamu  pangurason na gebe balanjongku, alai dung tutup liang lBatu I, naung marujung ma ngolungku. Jagaon ni raja harangan ( babiat) dohot ulok naga ma ngolungku. Jagaon ni Raja harangan (babiat) dohot ulok naga ma Liang Batu I, jala dipintuna Jongjong ma Sahala ni Si Saribu taon, paruban na mardangka, parjanggut na Sungkut tu hae – hae. Parbaju – baju haen bontar partali – tali sipiru dopa. Molo harangan dohot ulok naga mainganan i. holan sahala ni partodionku nama na boi mangurupi hamu. Molo mangido pangurupion hamu dokma, ale ompung Si Saurmatua,partambang liang batu. Partapian Simenakenak, ro ma hamu marhuta – huta, hami naeng mangido pasu – pasu dohot miak – miak, oloi ompung pangidoannami on. Jala molo manjou ahu boi do holan unte anggir pangurason dohot napuran simauliate,” katanya memberi pesan.

Setelah itu Raja Silahisabungan membuka pakaian kerajaan dan menyerahkan kepada putera sulungnya Lahoraja (Sihaloho) seang piso halasan (pedang Panglima) diserahkan kepada anak bungsunya Baturaja ( pintu batu). Kemudian ia memakai pakaian dari kulit kayu lalu pergi keliang batu. Selama tigapuluh hari anak – cucu – cicit dan piutnya bergantian mengantar unte anggir pangurason keliang batu itu. Setalah tiba hari purnama ( tula ) berikutnya terjadi gerhana bulan dan pada waktu itu terdengar suara gemuruh di Huta Lahi. Besoknya sanak keluarga melihat liang batu itu sudah tetutup. Rupanya pada saat suara gemuruh itulah Raja Silahisabungan menghembuskan nafas terakhirnya.

Semua sanak keluarga menangis bersedih hati karena tidak dapat berjumpa lagi. Cucu – cicit dan piutnya belum percaya, sehingga mereka datang menjenguk setiap hari. Setelah tujuh hari tujuh malam, Baturaja bermimpi bagaimana caranya membuka pintu Gua itu. Dengan memberikan sesajen kepada jaga harbangan sahala ni sisaribu taon, pintu gua terbuka dan mereka lihatlah jasad dari Raja Silahisabungan sudah terlentang didalam Gua. Setelah upacara selesai pintu Gua itu kembali tertutup.

Semenjak itu setiap bulan purnama penduduk negeri selalu mendengar ngaum harimau di gua itu, bila mereka melihatnya nampak mata harimau bersinar – sinar dan mata naga sakti sebesar ogung serta bayangan manusia berjubah putih, rambut beruban dan janggutnya putih sampai sebatas paha.

Setelah seribu hari Raja Silahisabungan wafat atau kira – kira tahun 1453, terjadi suatu peristiwa alam. Pada Suatu malam turun hujan lebat disertai guruh dan halilintar seakan – akan memecahkan anak teling. Saat itu terjadi tanah longsor, gua batu pecah dan timbul sungai yang membelah kampung. Sekarang disebut binanga Sibola Huta. Tujuh hari sesudah peristiwa ini Sahala (roh) Raja Silahisabungan mengingatkan kepada keturunannya bahwa batu Marlapis ( batu bertindih) yang terdapat diatas Huta Lahi tidak boleh dipijak oleh siapapun. Bila Tanah sekitar Batu itu dipijak akan timbul penyakit kulit (gadam).

Legenda wafatnya Raja Silahisabungan lama – kelamaan jadi dilupakan keturunannya karena dianggap bahwa makam (tambak) beserta barang pusaka sudah terbawa longsor ke tao Silalahi dan disanalah menjadi keramat bersama  Deang Namora. Tetapi berita terjadinya Binanga Sibola Huta dan Larangan menginjak tanah batu marlapis tetap turun menurun hingga ditemukannya kepastian melalui pemanggilan roh dan para ahli kebatinan, bahwa tanah batu berlapis didekat Huta Lahi itulah makam (tambak ) Raja Silahisabungan beserta istrinya Pinggan Matio br. Padangbatanghari.

Menurut Sahala ni Raja Silahisabungan yang dipanggil pada tahun 1970 dijabi – jabi sumandar, dikatakannya bahwa jasad ( bangke ) mereka tidak ikut terbawa air ke Tao Silalahi, tetapi semua barang pusaka sudah tersimpan didasar laut Tao Silalahi, pada saat itu dikatakan :”Adong do Partanda disi na mabola songon na marlapis, jala holi – holinami ndang dapot hamu be. Alai piso Sigurdung sudua baba I, disi do bungkus dohot ijuk diholang – holing ni batu. Manang ise hamu pomparanmu mandapot piso sahat ma tu ibana ha sangaponku “ kata sahala itu. Kemudian dipesankannya :” molo na ung dos rohamu sude pomparanku panangkok saring – saringnami dohot anakhonku tu tambak na timbo tu batu na pir, jumolo sungkun hamu jala elek hamu borungku Deang Namora asa tulus sude Sangkapmu.” Katanya mengakhiri percakapan dengan para tetua adat.

Untuk mengetahui Cerita selengkapnya tentang Sejarah Silahisabungan silahkan Download Tumaras Bab.V.

2 Tanggapan

  1. cerita yang sangat menharukan,ise do namandapot piso sigurdung si 2baba i?

Tinggalkan Balasan ke sinurat Batalkan balasan