Gondang Sabangunan

Di adat batak ada dikenal dengan Gondang sabangunan atau ogung, sabagunan adalah separangkat gendang dan gong merupakan instrumen inti musik gondang batak. Gondang sabangunan terdiri dari: tagading, ogung dan sarune. Tagading terdiri dari lima jenis,sedangkan ogung terdiri dari: ogung oloan, ogung ihutan, ogung doal dan ogung jeret. Sarune juga terdiri dari lima lobang. Umumnya gondang sabangunan dimainkan untuk memohon berkat dari arwah para leluhur.

Gondang Raja Silahisabungan dikenal dengan nama:”Gondang sitolupulutolu” dan dimainkan atau diadakan dalam acara horja bius di Silalahi nabolak. Gondang Silahisabungan berbeda dengan gondang Toba yang sering kita dengar. Gondang sitolupulutolu adalah perpaduan dari gondang Toba,Karo,Pakpak dan Simalungun. Dibandingkan dengan gondang Toba, gondang Silahisabungan bentuknya lebih kecil, baik gondangnya ataupun sarunenya tetapi suaranya lebih nyaring. Sebab itu ketika upacara Malahat horbo (Menarik kerbau) diadakan ke hau borotan diiringi gondang Silahisabungan, maka kerbau itu akan kelihatan lebih liar. Sebaliknya kalau diiringi dengan gondang Toba maka kerbau yang mau digiring tampak lebih jinak.

Makna Gondang Silahisabungan adalah sitolu gugung,sitolu harajaon, sisada hadirion. Berhubungan dengan alam kepercayaan yang dianut Raja Silahisabungan saat itu dimana dipercaya tiga alam dan tiga penguasanya yaitu: “Batara guru sebagai penguasa banua ginjang, Soripada sebagai penguasa banua tonga, dan Mangalabulan sebagai penguasa banua toru.

Gondang ini diciptakan oleh Ompu Raja Silahisabungan. Raja silahisabungan memaknai dalam pengalaman hidupnya bahwa kehidupan ditentukan oleh tiga unsur yaitu :Langit sebagai sumber pernafasan(udara),darat sebagai sumber makanan dan laut sebagai sumber air minum(air). Ketiga unsur tersebut dipercaya dikuasai oleh suatu kekuatan yaitu Mulajadi Nabolon.

Ulos Raja Silahisabungan juga berbeda denga ulos batak pada umunya.Ulos tersebut disebut ulos gobar mempunyai garis putih di permukaannya. Demikian sekedar informasi bagi orang tapanuli terutama bagi keturunan Silahisabungan dimanapun berada.

Tanah Leluhur keturunan Silahisabungan

Silalahi Nabolak

Sejarah mencatat, Sipaettua, Silahisabungan dan Sirajaoloan harus meninggalkan saudara sulung mereka Sibagotnipohan di Lumban Gorat (Balige).

Dalam perjalan Sipaettua, Silahisabungan dan Sirajaoloan meninggalkan tanah leluhur mereka, mereka sepakat untuk mencari daerah baru dan menjauh dari saudara sulung mereka di Lumban Gorat ( Balige ).

Sipaettua akhirnya memilih tinggal menetap di Laguboti dan keturunannya, yaitu Pangulu Ponggok Naiborngin, Sipartano Naiborngin dan Pardundong alias Puraja Laguboti. Keturunan Pangulu Ponggok Naiborngin memakai marga Hutahaean, Aruan dan Hutajulu. Keturunan Sipartano Naiborngin memakai marga Sibarani dan Sibuea. Keturunan Puraja Laguboti memakai marga Pangaribuan dan Hutapea Laguboti.

Tinggallah Silahisabungan dan Sirajaoloan melanjutkan perjalanan mereka. Akhirnya Sirajaoloan memilih tinggal menetap di Pangunguran Samosir, namun kemudian Sirajaoloan berpindah lagi ke Bakara. Keturunan Sirajaoloan memakai marga Naibaho, Sihotang, Bakara, Sinambela, Sihite, Manullang.

Silahisabungan akhirnya mengembara sebatangkara meninggalkan adiknya Sirajaoloan di Pangunguran sampai kemudian Silahisabungan menemukan suatu daerah dan menamainya Silalahi Nabolak (sekarang wilayah Kab. Dairi). Keturunan Silahisabungan memakai marga Sihaloho, Situngkir, Rumasondi, Sidabariba, Sinabutar, Sidebang , Pintubatu, Tambun, Tambunan, Silalahi, Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap, Naiborhu, Rumasingap, Sipangkar, Sipayung, Sembiring, Sigiro dan Lumbanpea.

HORJA BIUS

Dalam budaya masyarakat Batak mengenal BIUS. Dahulu kala, Bius merupakan hukum adat tertinggi dalam persekutuan masyarakat Batak ( yang nota bene terdiri atas beberapa marga ) dalam suatu wilayah / huta. Pimpinan tertinggi dari bius ini adalah berasal dari Raja Marga Sipungka Huta. Yang dimaksud Raja Marga Sipungka Huta ( Raja Bius ) adalah golongan marga perintis (Penguasa) yang mendiami sekaligus pengukuhan kepemilikan wilayah / huta tersebut bagi marga-marga pendatang. Bius sangat dihormati sebagai hukum dan ikatan persatuan antara marga-marga Sipungka Huta dengan marga-marga pendatang di wilayah / huta itu.

Kegiatan ini disebut Horja Bius. Horja Bius hanya dapat dilakukan oleh Marga Sipungka Huta. Di Pangunguran Samosir misalnya, dikenal bius Sitolu Hae. Disebut Sitolu Hae karena di wilayah ini terdiri dari 3 (tiga) marga Sipungka huta, yaitu marga Naibaho keturunan Sirajaoloan, marga Simbolon keturunan Simbolontua dan Sitanggang keturunan Muntetua.

Naibaho terdiri atas marga-marga Siahaan, Sitangkaraek, Sidauruk, Sihutaparik dan Siagian. Simbolon terdiri atas marga-marga Nadeak, Tamba, Simbolon dan Silalahi ( sebagai Boru). Sitanggang terdiri atas marga Sitanggang, Sigalinging, Raja Pangadat dan Malau ( sebagai Boru ). Artinya, marga Silalahi dan marga Malau adalah sebagai pendatang yang dikukuhkan marga Sipungka huta mendiami wilayah / huta Pangunguran.

Bius Silahisabungan berada di Silalahi Nabolak, yang disebut Bius Parsang- garan yang terbagi atas 3 (tiga) turpuk yakni Bius Siopat Turpuk ( Sihaloho, Rumasondi, Sidabariba, Pintubatu), Bius Sitolu Tupuk ( Situngkir, Sinabutar, Sidebang), Bius Tambun.

Catatan :

  1. Keturunan Silahisabungan ( marga Silalahi ) yang ada di Samosir  ( Pangunguran, Parbaba, Tolping, Sibisa ) adalah sebagai marga pendatang. Faktanya, marga Silalahi (Silalahi Raja) bukan sebagai Sipungka Huta, artinya marga Silalahi tidak memiliki kapasitas menjadi Raja Bius.
  2. Kisah penculikan 3 ( tiga ) cucu Raja Silahisabungan, namun 2 ( dua ) orang berhasil meloloskan diri ketika perahu Tuan Sihubil melewati pesisir Pangunguran diindikasikan sebagai cikal bakal keberadaan marga Silalahi (Silalahi Raja) di Pangunguran , Tolping dan sekitarnya.

Sumber : Buku, Sejarah Raja Silahisabungan , oleh. J.Sihaloho

Koleksi Benda Sejarah Batak Bagian II

Salom Mulajadi1. Solam Mulajadi.
Solam Mulajadi atau Pisau Mulajadi adalah pisau yang dibawa Debata Asi-asi dari banua ginjang (Benua atas). Pisau ini adalah himpunan seluruh pengetahuan orang batak, sebab pisau ini berisi aksara batak 19+7 pengetahuan.

Piso sipitu Sarung2. Piso Sipitu Sasarung
Piso Sipitu Sasarung adalah pisau yang mana dalam 1 sarung terdapat 7 buah pisau di dalamnya. Pada zaman dahulu kala setelah gunung pusuk buhit meletus 73.000 tahun yang lalu seorang keturunan Siraja Batak bernama Raja Batorusan yang selamat dari musibah tersebut pergi ke gunung pusuk buhit yang sekarang dan diatas gunung tersebut ada sebuah telaga. Setibanya di telaga tersebut dia melihat 7 orang putri turun dari langit dan mandi di telaga tersebut.

Raja Hatorusan pun tercengang dan heran. Maka iapun mencuri pakaian salah satu dari purti tersebut, sehingga putri tersebut pun tidak dapat terbang lagi ke langit dan iapun mempersuntingnya menjadi istrinya.
Dari legenda inilah awal dari Piso Sipitu Sasarung yang mana melambangkan Tujuh Kekuatan yang dibawah oleh Putri Kayangan dari Banua Ginjang untuk bekal hidup Siraja Batak yang baru.

Piso Silima Sasarung3. Piso Silima Sasarung
Pisau inilah pisau 1 sarung tetapi di dalamnya ada 5 buah mata pisau. Di dalam pisau ini berisikan kehidupan manusia, dimana menurut orang batak manusia lahir kedunia ini mempunyai 4 roh, kelima badan (wujud). Maka dalam ilmu meditasi untuk mendekatkan diri kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) harus lebih dulu menyatukan 4 roh, kelima badan.

Piso Sitolu Sasarung4. Piso Sitolu Sasarung
Piso Sitolu Sasarung adalah pisau yang mana dalam 1 sarung ada 3 buah mata pisau. Pisau ini melambangkan kehidupan orang batak yang menyatu 3 benua. Benua atas, benua bawah dan benua tonga, Juga melambangkan agar Debata Natolu, Batara Guru merupakan kebijakan, Batara Sori merupakan keimanan & kebenaran Batara Bulan merupakan kekuatan tetap menyertai orang batak dalam kehidupan sehari-hari.

Piso Siseat Anggir5. Piso Siseat Anggir
Piso ini biasa digunakan pada saat membuat obat atau ilmu. Piso ini bertujuan hanya untuk memotong anggir (jeruk purut).

 

 

Sunggul Sohuturon6. Sunggul Sohuturon
Sunggul Sohuturon ini terbuat dari rotan yang di anyam berbentuk keranjang sunggul ini bertujuan untuk memanggil roh manusia yang lari atau roh yang diambil oleh keramat.

 

Pukkor Anggir7. Pukkor Anggir
Pukkor Anggir ini digunakan untuk menusuk anggir dan mendoakannya pada saat menusuk sebelum anggir tersebut di potong.

 

Tutu8. Tutu
Tutu ini bertujuan untuk menggiling ramuan-ramuan obat yang hendak digunakan pada orang sakit.

 

 

Sahang9. Sahang
Sahang ini adalah yang terbuat dari gading gajah. Sahang ini digunakan tempat obat yang mampu mengobati segala jenis penyakit manusia.

 

Gupak10. Gupak
Gupak ini biasanya digunakan memotong obat yang jenisnya keras seperti akar-akaran, kayu-kayuan dan lain-lain.

 

Piso Halasan11. Piso Halasan
Piso Halasan adalah pedang sakti yang berisikan :
“Yang tak mempunyai keturunan menjadi mempunyai keturunan sekaligus pisau Raja Sorimangaraja. Pisau Raja mendatangkan rejeki dalam kehidupan.    Legenda Pisau Halasan:
Pada zaman dahulu seorang raja yang merantau ke kota Balige sudah lama tak mempunyai keturunan. Dengan demikian dia memanggil seorang anak sakti untuk menolong dia bagaimana caranya agar dia mempunyai keturunan. Maka anak sakti tersbeut menyatakan :
“Ambil besi dari dalam batu kemudian tempahlah besi tersebut dan buatlah pedangmu dan sebutlah namanya Piso Halasan, maka kau akan mempunyai anak laki-laki dan perempuan.    Dengan tulus hati Tuan Sorimangaraja melaksanakannya dengan menggunakan petir untuk memecahkan batu yang besar, diapun mendapatkan besi tersebut dan menempahnya menjadi pisau. Demikianlah asal-muasal Pisau Halasan.

Piso Tobbuk Lada12. Piso Tobbuk Lada
Piso Tombuk Lada adalah Pisau Kecil yang biasa digunakan untuk memotong dan mengiris ramuan obat.

 

Hujur Siringis13. Hujur Siringis
Hujur Siringis adalah sebuah tombak sakti yang biasa digunakan para panglima perang.

 

 

Tukkot Sitonggo Mual14. Tukkot Sitonggo Mual
Tukkot Sitonggo Mual adalah Tongkat sakti Siraja Batak yang mana pada zaman dulu dalam perjalanan apabila air tidak ada jika tongkat ini ditancapkan ke tanah maka mata air akan keluar.

 

Piso Solam Debata15. Piso Solam Debata
Piso Solam Debata adalah sebuah pisau kecil Siraja Batak yang biasa dipakai oleh seorang Raja dan apabila dia berbicara atau memerintah, maka semua manusia akan menurut. Pisau ini hanya dipakai oleh seorang raja.

Piso Gaja Doppak16. Piso Gaja Doppak
Piso Gaja Doppak ini adalah pisau pedang seorang raja yang mana apabila pisau ini dipakai, maka segala penghambat didepan, disamping, dibelakang akan jauh. Biasa pisau ini dipakai oleh Raja pada saat berjalan atau keluar daerah.

Mudah-mudahan bisa menambah wawasan kita tentang Batak, bila anda berminat mengetahui sejarah batak akan di posting bagian III. Silahkan berikan Komentar

DSRS

Koleksi Benda Sejarah Batak Bagian I

1. Lak-lak Batak

Buku lak-lak

Adalah buku tua yang isinya menggambarkan keadaan orang Batak jaman dahulu. Buku ini di tulis dalam Aksara Batak. Isi buku ini antara lain :

  • Tentang peraturan adat Batak
  • Sejarah Asal-usul Batak
  • Ilmu Pengobatan
  • Ilmu Mantra
  • Ilmu Beladiri
  • dll

Buku ini keberadaanya sekarang di musium Belanda.

2. Tungkot Malehat

Tungkot Malehat

Tongkat ini dua macam: contoh yang lebih besar (tunggal panaluan) diukir dari satu potong kayu dan tongkat kombinasi yang lebih kecil (tungkot malehat) dengan secara terpisah membuat finials. Bilangan kuningan yang dilihat di sini ialah semula finial tungkot malehat.

Lambang ini melambangkan subyek yang kemungkinan di trans.
Ini, bersama dengan bejana silindris bertahan di samping figur tersebut, yang mungkin melambangkan wadah untuk bahan gaip, kegaiban ini menggambarkan datu selama kinerja ritual. Bagian dalam berongga bilangan dipenuhi dengan resinous bahan, kelihatan lewat lubang di hiasan kepala dan dada. Ini adalah bahan gaib, yang meningkatkan kekuasaan kegaiban.

3.  Si Gale-gale

sigale-gale1

Adalah nama sebuah boneka kayu yang bisa digerakkan untuk menari. Boneka ini lazim ditemui di Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Bentuknya unik dengan pakaian tradisional batak melekat di badannya.

Konon, si Gale-gale ini adalah anak bangsawan atau katakanlah Raja di Pulau Samosir. Namun kemudian meninggal dan orang tuanya tak rela dengan kepergian anaknya tersebut. Maka untuk menghibur diri, mereka membuat replika anaknya tersebut. Boneka kayu itu dibuat dengan sedemikian rupa sehingga bisa digerakkan dari belakang oleh seseorang. Gerakan itu terjadi karena bagian lengan dan kepala dihubungkan dengan tali tersembunyi. Konon pada masa dulu kala jumlah tali yang menggerakkan si Gale-gale itu sama dengan jumlah urat yang ada di tangan manusia.

4. Pustaha Mantra

PustahaMantra
Naskah Pustaha Mantra dan Racikan obat, ditoreh dengan huruf Batak Kuno, pada permukaan Tulang, di dalamnya tercatat mantra-matra dalam aksara batak untuk ilmu pengobatan dan mantra hadatuon.

5. Pustaha Batak

PustahaBatak
pustaha bambu ini merupakan sebuah saksi bisu yang menggambarkan kebudayaan batak yang tinggi, di toreh pada kulit kayu yang sudah berumur ratusan tahun ini tidak lekang dimakan oleh waktu. Beritsi tulisan dengan aksara batak tentang peraturan Adat Istiadat Batak (Koleksi Museum Perpustakaan Nasional Jakarta)

6. Perminaken

PerminakenSering sekali terjadi, dimana bejana keramik impor yang tertutup atau disumbat dengan kayu yang berukiran di daerah setempat, wadah seperti itu terutama dipergunakan untuk bertanam pukpuk, bahan gaib yang sangat kuat biasanya mendapat dari seorang korban pengasih yang dibunuh secara ritual. Pukpuk dipergunakan untuk memeriahkan benda keramat, seperti tongkat ritual atau bilangan manusia, lewat dipakai ke yang permukaan atau dimasukkan ke dalam lubang di benda yang nanti dipropagandakan untuk menyegel kekuasaan dalam.

Sumbat wadah ini menggambarkan seorang penunggang yang menunggangi seekor binatang gaib dikenal sebagai singa. Sering menggabungkan roman kuda, ular, kerbau, predator bangsa kucing besar, dan binatang lain, singa adalah makhluk kombinasi yang luar biasa yang menjabat sebagai pelindung gaib dan dihubungkan dengan kaum ningrat.

7. Tongkat Tunggal Panaluan

Tongkat TTunggal Panaluunggal Panaluan ini adalah tongkat sakti siraja batak yang diukir dari kejadian yang sebenarnya, yang merupakan kesatuan kesaktian benua atas, benua tengah dan benua bawah. Dipegang oleh Ketua adat dan dipergunakan pada saat adanya acara besar, seperti mambukka Huta, acara Horja bius dll.

8. Ukiran Kayu

Ukiran KayuUkiran yang bertunas bentuk geometris yang ditaburkan merupakan lambang yg dipakai kepala atau bilangan makhluk sejati atau luar biasa, yang diukir di putaran.
Walaupun akhirnya rumah dihiasi dengan tampilan singa (makhluk kombinasi yang menggambarkan wali gaib), pihak rumah sering diberi tanda jasa dengan kepala kuda, yang juga menjabat sebagai pelindung gaib.
Dalam keyakinan orang Batak Toba, nenek moyang yakin bahwa kuda dikira mempunyai kemampuan untuk memajukan individu.
Di atas tanah, mereka menjabat sebagai tanda kebesaran, sehingga hanya anggota kaya elite bisa memiliki mereka.

9. Naga Marsorang

Naga MarsorangBagian terbesar Batak Toba seni religius yang dipusatkan pada ciptaan dan dandanan perlengkapan bekas oleh datu di konteks ritual seperti divination(medium), menghancurkan upacara, atau sihir jahat. Datu menggunakan jenis wadah yang terbuat dari bahan berbeda untuk memuat bahan yang luar biasa sangat kuat yang dipakai di ritual dan konteks seremonial lain.
Macam wadah yang dilihat di sini, dikenal sebagai naga morsarang, diciptakan dari terompet berongga seekor kerbau. Ujung terompet digoreskan di bentuk bilangan manusia yang didudukkan.Yang lebih lebar, membuka akhir tersumbat dengan sumbat kayu bahwa itu menggambarkan singa (makhluk luar biasa yang menjabat sebagai seorang pelindung gaib) dengan empat bilangan manusia berkuda di punggungnya. Tamsilan manusiawi ini mungkin melambangkan rangkaian ritual yang mendahului datu, yang memiliki wadah atau bilangan dari tradisi lisan yang lokal.

10.  Guri-guri

guri-guriguri-guri yang telah berumur ratusan tahun ini dahulunya diguakan sebagai tempat penyimpanan obat oleh suku batak

 

 

 

RAJA BUNGA-BUNGA alias RAJA PARMAHAN

Makam Raja bunga-bungan (Raja Parmahan)(Di Balige dan Keturunannya)

Raja Sibagot Nipohan telah beranak-cucu di Balige, demikian juga adiknya Sipaittua di Laguboti , Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak dan Siraja Oloan di Bakkara.

Pada suatu ketika terjadi musim kemarau yang berkepanjangan di Balige, sehingga tanam-tanaman dan padang rumput mati kekeringan, ternak gembala menjadi kurus kering kekurangan makanan. Raja Sibagot Nipohan pun mulai gelisah memikirkan keadaan yang menimpa negerinya. Lalu Sibagot Nipohan memanggil anaknya : Tuan Sihubil, Tuan Somanimbil, Tuan Dibangarna dan Tuan Sonakmalela untuk membicarakan kemarau yang berkepanjangan itu. Mereka sepakat : menanyakan kejadian ini kepada orang pintar “ Datu bolon Sibaso panaturi. “Menurut petunjuk orang pintar ,terjadinya malapetaka yang menimpa Balige adalah Sapata (kutukan) dan berkata :

” Na tangis tarlungun do tondi ni anggim na tolu I , manang pinomparna jala ingkon hatahononmu hasalaanmu.” ( bahwa kemarau panjang terjadi adalah karena kutuka akibat kesediha dari ketiga adik-adik Sibagot Nipohan yang telah diusirnya dari Balige, yaitu Sipaettua, Silahi Sabungan dan Siraja Oloan atau keturunan mereka. Dan kamu ( Sibagot Nipohan ) harus kaumengakui kesalahanmu).

Mendengar keterangan dukun itu, Raja Sibagot Nipohan menjelaskan peristiwa kepergian adik-adiknya dari Balige kepada anak, menantu dan cucunya. Mendengar peristiwa yang mengharukan itu, kemudian anak-anak Raja Sibagot Nipohan (Tuan Sihubil, Tuan Somanimbil, Tuan Dibangarna dan Tuan Sonakmalela ) bermusyawarah dan bertekad akan melaksanakan petunjuk Datu Bolon Sibaso Panuturi. Itu untuk membawa keturunan Sipait Tua, Silahi Sabungan dan Raja Oloan.Awalnya mereka pergi menjumpai Sipaittua di Laguboti dan menyatakan maksud mereka. Raja Sipaittua menyarankan agar mereka juga memberitahukan kepada adiknya, Silahi sabungan di Silalahi Nabolak dan Siraja Oloan di Bakkara. Begitu juga jawaban Siraja Oloan sewaktu mereka menyampaikan niatnya itu Bakkara.

Karena jawaban Raja Sipaettua dan Siraja Oloan sama, maka mereka berangkat ke Silalahi Nabolak menjumpai Silahi Sabungan. Karma jauhnya dan besarnya gelombang di tao Silalahi mereka naik perahu besar (marsolu bolon). Rombongan langsung dipimpin anak sulung Raja Sibagot Nipohan, Tuan Sihubil. Setelah tiba di Silalahi Nabolak, mereka menjumpai Silahisabungan. Tuan Sihubil menyampaikan maksud dan tujan mereka ke Silalahi Nabolak.

Tetapi Silahi Sabungan menanggapi bahwa ia tidak bisa mengabulkan permintaan Sibagot Nipohan dan Tuan Sihubil.Dengan rasa kecewa dan putus asa Tuan Sihubil dan rombongannya berpamitan pulang dan memberi salam kepada Silahi Sabungan beserta anak – anaknya. Terakhir mereka pamit kepada Deang Namora yang tinggal menyendiri di batu Parnamoraan ( di tepian danau Silalahi ). Tuan Sihubil menceritakan semua maksud dan tujuan mereka serta jawaban mereka terima dari Silahi Sabungan. Mendengar kata – kata tuan Sihubil yang memilukan itu, Deang Namora menjari iba. Deang Namora lalu memberitahu kalau disekitar padang ( Simartaja ) beberapa cucu Silahi Sabungan sedang menggembala kerbau. Ia menyarankan Tuan Sihubil boleh membawanya salah seorang, dengan syarat jika kelak hujan telah turun di Balige maka si cucu tersebut segera di kembalikan ke Silalahi Nabolak.Kesempatan itu tidak disia-siakan Tuan Sihubil. Ia berhasil menagkap tiga orang cucu Raja Silahisabungan, yaitu:

1. Toguraja (anak Loharaja),
2. Siraja Bunga-bunga (anak Sondiraja) dan
3. Lonsingraja (anak Batu Raja).

Setelah itu, Tuan Sihubil berlayar menepi-nepi pantai menuju Pangururan agar jangan dilihat Raja Silahisabungan. Ketika tuan sihubil dan rombongannya melewati “ Tano ponggol “, Toguraja dan Lossingraja melompat dari perahu dan melarikan diri. Hanya Siraja bunga-bunga yang berhasil mereka bawa ke Balige. Begitu sampai mereka di Balige, embun pun mendung kemudian turun hujan lebat. Semua penduduk negeri merasa gembira. Tersiarlah kabar bahwa cucu Silahi Sabungan telah dibawa dari Silalahi Nabolak. Raja Sibagot Nipohan mengadakan pesta besar dengan mengundang adiknya, Sipaitua dari Laguboti dan Siraja Oloan dari Bakkara. Pada pesta itu kemudian dinobatkan Siraja bunga-bunga sebagai anak Tuan Sihubil. Karena ia diculik dari parmahanan (tempat penggembalaan). maka ia diberikan gelar Siraja Parmahan. Siraja Parmahan kemudian menikah dengan Boru Pasaribu dari Haunatas Balige , lahirlah anaknya 4 orang dan diberi nama :

1.Sihaloho
2.Sinagiro
3.Sinabang
4.Sinabutar

Kemudian semua keturunan Raja Parmahan memakai marga Silalahi, mengingat asal usulnya dari Silalahi Nabolak. Nama-nama anak Siraja Permahan di Balige dibuat sesuai dengan nama Bapatua dan Bapauda si Raja Permahan di Silalahi Nabolak. Tentu dengan maksud agar keturunan dikemudian hari mengetahui bahwa asal usulnya mereka adalah dari Silalahi Nabolak. Sihaloho : menikah dengan Boru Pasaribu, dengan anak tiga orang yaitu :

  1. Raja Harbangan
  2. Guru.
  3. Patar Uluan

Raja Harbangan (bermukim di Barus);  Guru Mangaloksa (bermukim di Silindung kemudian pindah ke Bona Pasogit, Bagashuta Silalahi Dolok lokasi Tugu dan Makam); Patar Uluan (bermukim di Sihubak-Hubak – Uluan – Porsea)

Sinagiro : anak kedua dari Siraja Parmahan tetap tinggal di dinalang Balige, mempunyai dua orang anak yaitu Sanggaraja dan Ompu Runggu. Ompu Runggu yang membunuh istrinya kemudian melarikadiri ke porsea, keturunannya kemudian memakai marga Naiborhu. Sedangkan Keturunan Sangga Raja tetap memakai marga Silalahi, dan banyak yang merantau ke Samosir dan Simalungun.

Sinabutar : menikahi Boru Manurung dari Janji Matogu, dengan anaknya tiga orang yaitu : Sinurat, Dolok Saribu dan Nadapdap.  Sinurat mempunyai anak empat yaitu

  1. Raja Tano
  2. Raja Pagi
  3. Ompung Gombok Nabolon yang pergi ke pulau amosir.
  4. Si Raja Muha

Anak  Sigombok Nabolon dipulau Samosir adalah 4 orang yaitu : Sibahul, Batu Amak, Bajar dan Silonsing.

Sinabang :  mempunyai satu orang anak bernama Ompu Raja Mual. Anak Ompu Raja Mual tiga orang yaitu Datu Pangarisan, Datu Naboratan dan Raja Tumali.

Dato Naboratan terkenal sebagai orang sakti (Datu Bolon) dan mempunyai 7 ( tujuh ) orang istri , yaitu :1) Boru Nainggolan di Sitatar Nainggolan , anaknya : Tora Panaluan.2) Boru Manurung di Sibisa , anaknya Datu Balemun.3) Boru Panjaitan di Sitoran lahir anaknya Datu Ari.4) Boru Sianturi di Muara, anaknya : Toga Muara5) Boru Simamaora di Humbang, anaknya : Toga Sampinur6) Boru Hasinubun di Silindung, anaknya : Toga Pahae, Toga Silindung dan Toga Pansur Napitu.7) Boru Pasaribu di Barus, anaknya : Toga Barus.Menurut cerita di Tukka Barus, Datu Naboratan meninggal dunia dan dimakamkan di Tukka Barus.Sumber : J. Sihaloho, Sejarah Raja Silahi Sabungan , Tumaras.

Download Tumaras Bab VII

RAJA SILAHI SABUNGAN DARI SILALAHI NABOLAK

Adalah Anak dari Sorba Di Banua, yaitu :  Si Bagot Ni Pohan Si Lahi Sabungan, Si Raja Oloan, Si Paittua. Dari cerita rakyat Tapanuli ( tarombo ), Sibagotni Pohan kemudian sebagai pengganti Sorba Di Banua di tanah mereka di Balige. Karena adanya selisih paham antara mereka, akhirnya Si Lahi Sabungan, Si Raja Oloan dan Si Paittua memilih hengkang dari Balige, mengembara untuk mencari daerah baru untuk mereka menetap.
Si Paitua memilih tinggal di daerah Porsea , kemudian Si Raja Oloan memilih tinggal di Pangururan, Samosir, sementara Si Lahi Sabungan memilih mengembara dan menemukan membuka tempat baru yang kemudian dia sebut sebagai Huta Lahi (Silalahi) di pesisir danau Toba ( danau Silalahi) Pakpak , Dairi.

Si Lahi Sabungan kemudian menikah dengan putri Pakpak (Padangbatangari) dan memiliki keturunan : 7 anak laki-laki dan seorang puteri. Yaitu :

  1. Loho Raja
  2. Tungkir Raja
  3. Deang Namora (puteri)
  4. Sondi Raja
  5. Butar Raja
  6. Dabariba Raja
  7. Debang Raja
  8. Batu Raja.

Dalam kultur Tapanuli, ketika seseorang membuka satu perkampungan (huta) maka ia akan menobatkan dirinya sebagai raja Sipukka Huta ( artinya : di sebut sebagai raja, sebab ia merupakan orang pertama yang merintis perkampungan tersebut ). Sehingga ia dan keturunannya ( ahli waris ) akan selalu dihormati sepanjang perjalanan masa (sampai saat ini ), bahwa keturunan tersebut akan tetap di sebut sebagai keturunan Sipukka Huta.

Artikulasi raja dalam kultur tapanuli tidak seperti arti harafiahnya (bahasa indonesia umumnya) yang memaknai raja sebagai penguasa yang memiliki kekuasaan, pasukan dan istana kerajaan.

Arti raja dalam bahasa tapanuli adalah sebagai sosok (figur) yang sangat dihormati dan dipandang tinggi dan sangat disegani. Yaitu orang yang memiliki otoritas untuk memberi berkat-berkat (petuah) dan juga bisa mendatangkan kutuk-kutuk bagi orang-orang yang diserapahinya.
Demikian halnya dengan Silahi Sabungan. Ketika ia membuka perkampungan bagi keturunannua di Huta Lahi ( kemudian disebut sebagai Silalahi Nabolak , Pakpak , Dairi ), maka ia dipanggil dengan Raja Silahi Sabungan. Dan keturunnanya disebut keturunan (bah.tapanuli=Pomparan) Raja Silahi Sabungan.

Sejak dahulu kala, keturunan Raja Silahi Sabungan kemudian mendiami perkampungan Huta Lahi. Masing-masing marga keturunannya memiliki satu lahan perkampungan. Penamaan perkampungan itu sesuai dengan penamaan marga keturunannya. Selain itu, dahulu kala seorang kepala atau Raja Sipukka Huta akan mengadakan pesta besar dengan mengundang kerabat-kerabat dan tetangga kampung untuk merayakan sekaligus mendeklarasikan keberadaan mereka di tanah dan perkampungan tersebut. Dengan demikian , pihak-pihak lain tidak dapat seenaknnya untuk menguasai atau mendiami wilayah tersebut.

Sampai saat ini, keturunan Raja Silahisabungan masih dapat menikmati peninggalan nenek moyang Raja Silahi Sabungan di Silalahi Nabolak, yaitu tanah peninggalan yang diberi nama sesuai dengan penamaan marga-marga keturunan Raja Silahi Sabungan.Kemudian para keturunan ini, saat ini membuat Tugu Makam Raja Silahi Sabungan (Tumaras) sebagai lambang dan pengharagaan kepada nenek moyang mereka di Silalahi Nabolak. Dan setiap tahunnya, para keturunan ini mengadakan pesta besar (bah.tapanuli=Bolon) atau Luhutan Bolon untuk menghormati leluhur mereka. Sementara ini, secara bergantian para marga-marga keturunannya secara bergantian sebagai pelaksana perhelatan (Luhutan Bolon) tersebut.

Silahi Sabungan adalah seorang yang sakti. Ia sering mengembara dan mengadu kekuatan ilmu kesaktian sampai ke Simalungun, Samosir dan Karo. Sebagai upah kesaktiaanya mengobati seorang putri raja marga Manurung di Sibisa , Samosir, kemudian ia menikahi putri tersebut. Kemudian dari putri tersebut melahirkan seorang putra lagi dan diberi nama Tambun Raja.

KETURUNAN RAJA SILAHI SABUNGAN.

Raja Silahi Sabungan kemudian membawa Tambun Raja ke Huta Lahi. Kemudian untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, maka Raja Silahi Sabungan kemudian mengumpulkan semua keturunannya dan membuat suatu ikatan janji yang dikenal dengan “Poda sagu-sagu marlangan”. Intinya, diantara semua keturunan (anak laki-laki) Silahi Sabungan dari kedua isterinya memiliki hak yang sama dan harus saling hormat-menghormati, rukun dan guyub saling menghargai.

Meski kemudian Tambun Raja kembali ke kampung ibunya di Sibisa (samosir) dan tinggal disana bersama Pamannya, namun kesemuanya keturunan itu sampai sekarang masih rukun dan berpegang teguh kepada ikatan “Poda sagu-sagu marlangan” yang diikrarkan oleh para nenek moyang dahulu kala.

Adapaun marga keturunan Silahi Sabungan menurut urutannya sekarang ini adalah :

  1. Sihaloho
  2. Situngkir,Sipangkar,Sipayung
  3. Rumasondi,Rumasingap,Sinurat,Doloksaribu,Nadapdap,Naiborhu
  4. Sinabutar
  5. Sidabariba
  6. Sidebang,Sinabang
  7. Pintu Batu, Sigiro
  8. Tambunan, Tambun

Keturunan Raja Silahi Sabungan yang merantau ke Tanah Karo dengan memakai marga Sembiring Sunulaki (Silalahi), Sembiring Keloko (Sihaloho),Sembiring Sinupangkar (Sipangkar), Sembiring Sinupayung (Sipayung) dan Depari (Rumasondi). Di Madailing, keturunan Tambunan memakai marga Daulay.

MARGA SILALAHI

Adapun marga Silalahi merupakan marga persamaan yang sampai saat ini banyak pula digunakan sebagai marga dibelakang nama keturunannya. Namun yang jelas, setiap mereka yang memakai marga Silalahi umumnya mengetahui rumpun asal-muasal marga mereka yang selalu mengacu kepada marga-marga induk diatas.

Awal penamaan marga Silalahi, ketika salah satu cucu Raja Silahi Sabungan, yaitu putera dari Rumasondi ditangkap dan diculik oleh Tuan Sihubil, yaitu putera Sibagot Ni Pohan dari Balige. Tuan Sihubil belum mempunyai keturunan pada saat itu. Tuan Sihubil kemudian mengangkat anak yang diculiknya ( anak dari Rumasondi, cucu dari Raja Silahi Sabungan ) sebagai anak angkat dan memberinya nama Raja Parmahan ( karena ia diculik saat menggembala ) dan diberi marga Silalahi untuk mengingatkan bahwa ia berasal dari Silalahi Nabolak.
Kisah ini pula sebagai cikal baka keberadaan marga Silalahi dari Balige sebagai keturunan Raja Silahi Sabungan dari rumpun Rumasondi.

Singkat cerita, setelah Tuan Sihubil mengangkat Raja Parmahan Silalahi sebagai anak kemudian Tuan Sihubil lalu memiliki keturunan dan memrinya marga Tampu Bolon.
Raja Parmahan Silalahi dan Tampu Bolon kemudian diikatkan suatu perjanjian oleh Tuan Sihubil sebagai adik-kakak sampai keturunan mereka dan tidak boleh saling kawin-mengawini. Umumnya keturunan Silalahi di Balige sampai saat ini masih memakai marga Silalahi.

Sampai saat ini , meski yang memiliki ikatan langsung perjanjian adalah marga Silalahi dari Balige dengan marga Tampubolon, namun para keturunan Raja Silahi Sabungan lainnya menghargai ikatan ini, meski untuk saat ini antara marga Tampubolon dan keturunan Raja Silahi Sabungan lainnya ( kecuali marga Silalahi Rumasondi) sudah banyak saling kawin-mengawini.
Sejak revolusi Sosial si Simalungun (1946) yang mengharuskan marga-marga dari tapanuli berafiliasi dengan marga lokal Simalungun, dipedalaman Simalungun banyak marga keturunan Silahi Sabungan seperti Sihaloho, Sidebang, Situngkir, Sipayung, Sinurat, kemudian berafiliasi dengan marga Sinaga di Simalungun. Artinya Sinaga sama dengan Sipayung. Sipayung itu sama dengan Silalahi dan seterusnya. Bahkan di Simalungun masih sering kita dengan istilah marga Sipayung Silalahi.

Tidak ada masalah dengan pemakain marga Silalahi. Sejak jaman dahulu kala marga Silalahi sudah dimulai dari Balige oleh keturunan Rumasondi. Belakangan ada rumor gencar mengenai keberadaan merga Silalahi dari Pangururan sebagai keturunan Silahi Sabungan dengan Parna, tentu kita dapar mencerna dari nurani kita masing-masing. Keturunan Silahi Sabungan memiliki tanah moyang di Silalahi Nabolak, karena hanya dari sanalah kemudian keturunan Raja Silahi Sabungan beranak pinak dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru Indonesia dan dunia.

JANGAN TEREPCAH BELAH : KETURUNAN SILAHI SABUNGAN.

Sesuai sumpah “Poda Sagu-sagu Marlangan” untuk senatiasa hidup rukun, setiap keturunannya harus menjaga persatuan dan kesatuan keturunan Raja Silahi Sabungan. Keturunan Raja Silahi Sabungan adalah keturunan yang mulai bertumbuh kembang di tanah leluhur yang diwariskan Raja Silahi Sabungan kepada keturunannya di Silalahi Nabolak, Pakpak Dairi. Sehingga mereka yang telah memakai marga Silalahi sejak nenek buyut-buyit tetap mengtahui bahwa mereka bersal dari rumpun yang bersal dari Silalahi Nabolak.

Apakah ada Raja Silahi Sabungan yang lain di Samosir sana ? Jika kemudian ada yang mengaku marga Silalahi, namun menyatakan bahwa mereka adalah marga Silalahi yang sah , itu hanya provokasi dan jelas-jelas tidak menghormati leluhurnya sendiri.
Keturunan Raja Silahi Sabungan adalah yang mengakui dan menghormati petuah dan sumpah “Poda sagu-sagu marlangan” di Silalahi Nabolak ( bukan di tempat lain).

Sumber dari

http://hogasipayung.blogspot.com/2008/12/raja-silahi-sabungan-dari-silalahi.html

Perkawinan Silahisabungan dengan Pinggan Matio

adat_batakSetelah Raja Parultop tiba di Balla, ia disambut istrinya dan anak–anaknya, dengan rasa gembira. Mereka tercengang melihat Ikan Batak yang begitu banyak,lalu bertanya: “Dari mana Ihan Batak yang banyak ini? Biasanya Bapak membawa daging Rusa atau burung sekarang jadi lain,“ kata istrinya. Raja Parultop menerangkan pertemuannya dengan Silahisabungan dan menjelaskan perjanjian mereka tentang rencana perkawinan puterinya dengan Silahisabungan.

Keluarga Raja Parultop merasa gembira mendengar berita itu, lalu mempersiapkan peralatan untuk perkawinan puterinya. Setelah tiba hari yang ditentukan berangkatlah Raja Parultop bersama rombongannya ke Silalahi dan setelah tiba di atas bukit Laksabunga, Raja Parultop menyalakan api tanda bahwa mereka sudah datang. Melihat asap api itu, Silahisabungan pun menyalakan api tanda bahwa ia telah siap menyambut kedatangan rombongan Raja Parultop.

Silahisabungan menyambut rombongan Raja Parultop di tepi sungai yang agak dalam airnya. Raja Parultop bertanya dalam hati, mengapa Silahisabungan menyambut kami di sungai yang agak dalam airnya ini? Kemudian Silahisabungan berkata: “Tulang suru hamu ma boru muna i sada–sada ro tu bariba on, asa hupillit na gabe par sinondukhu.“ (Paman, suruhlah putrimu menyeberang satu–persatu supaya kupilih yang menjadi istriku). Baru Raja Parultop mengerti mengapa Silahisabungan menyambut mereka ditepi sungai itu, lalu menyuruh puterinya satu–persatu menyeberangi sungai itu, dengan menjunjung bakul berisi tipa–tipa. Dari mulai puteri pertama sampai putri ke enam, rupanya cantik rupawan, rambutnya bagaikan mayang terurai tetapi satupun tidak mengenai di hati Silahisabungan. Baru putri ke tujuh yang rupanya agak jelek dan mata agak kero, Silahisabungan melompat menyambut putri Raja Parultop dan berkata: “inilah pilihanku Tulang, menjadi istriku, mudah–mudahan Tulang merestui dan Mulajadi Nabolon memberkati semoga kami menjadi rumah tangga yang bahagia dan mempunyai keturunan yang banyak, “ katanya.

Sebelum diberkati, Raja Parultop masih menanya Silahisabungan lalu berkata: “Mengapa kau pilih putri bungsu ini? Perawakannya agak pendek dan rupanya pun jelek, padahal kakaknya semua cantik dan badannya genit–genit.“ Kemudian Silahisabungan menjawab: “Tulang, memang kakak yang enam orang itu semuanya cantik rupanya, tetapi tidak merasa malu tadi menarik sarungnya ke atas lututnya sewaktu menyeberangi sungai ini,“ katanya dengan halus. Sebenarnya gadis yang enam orang itu dilihat Silahisabungan dapat berjalan di atas air karena mereka adalah manusia jadi–jadian ( jolma so begu) yang dibuat Raja Parultop untuk menguji kedukunan Silahisabungan. Tetapi hal itu tidak dinyatakannya supaya jangan mempermalukan mertuanya. Sejak itulah sungai itu bernama “Binanga so Maila“.
Raja Parultop dan istrinya merestui dan memberkati anak menantunya, lalu berkata: “Goarmu ma borukku Pinggan Matio boru Padangbatanghari, anggiat ma tio parnidaan dohot pansarianmu tu jolo ni ari. Asa boru parsonduk bolon ma ho si panggompar si panggabe, partintin na rumiris parsanggul na lumobi, paranak so pola didion, parboru so pola usaon. Panggalang panamu, si patuat na bosur, si panangkok na male. Ho pe hela na borju, goarmu Silahisabungan, sabungan ni hata sabungan ni habisuhon dohot sabungan ni hadutoan. Nunga dipatuduhon ho habisuhon dohot hadatuonmu na mamillit parsinondukmon, partapian simenak-enak maho perhatian so ra monggal parninggala si bola tali. Asa saut ma ho gabe raja bolon jala na tarbarita, pasu-pasuon ni Mulajadi Nabolon,” katanya.

Setelah selesai pemberkatan, rombongan raja Parultop kembali ke Balla, tinggalah Silahisabungan dengan pinggan Matio boru Padangbatanghari memulai hidup baru dan membuka kampung bernama Huta Lahi. Berselang sembilan bulan, rasa rindu pun mulai bergelora untuk berjumpa dengan orang tuanya. Diajaknya Silahisabungan pergi ke Balla mengunjungi keluarga. Silahisabungan yang sangat sayang kepada isteri tercinta mengabulkan dengan senang hati.

Pada suatu hari pergilah silahisabungan Bersama Pinggan Matio boru Padangbatanghari ke kampung mertuanya di Balla. Sewaktu mendaki bukit Silalahi, isterinya yang sudah hamil tua mulai merasa dahaga. Rasa penat mulai terasa, sehingga mereka mengaso di lereng bukit yang terjal. Rasa haus Pinggan Matio mulai mendesak dan karena capeknya ia bersenandung dengan sedih: “Loja ma boruadi mamboan tua sian Mulajadi, mauas ma tolonan ndang adong mangubati. Jonok do berengon sillumalan na so dundung on hi, boha do parsahathu tu huta ni damang parsinuan, dainang pangintubu i, “ katanya. (Sudah lelah aku membawa kandungan, rasa haus tak ada mengobati. Nampak dekat air danau tetapi tak boleh terjangkau, bagaimana aku sampai di kampung orang tuaku).

Mendengar keluhan istriku, Silahisabungan mengambil Siorlombing (tombak) dari kantongannya, lalu berdoa kepada Mulajadi Nabolon agar diberikan air penghidupan (Mual si Paulak Hosa) karena Pinggan Matio merasa haus, kemudian Silalahisabungan menancapkan Siorlombingnya ke dinding batu terjal dan keluarlah air, lalu diminum Pinggan Matio sepuas-puasnya. Air itulah yang disebut ”Mual si Paulak Hosa,”yang terdapat di lereng bukit Silalalahi Nabolok. Setelah rasa haus hilang dan tenaga mulai pulih, mereka meneruskan perjalanan ke kampung mertuanya di Balla.

Kedatangan Silalahisabung dan Pinggan Matio disambut keluarga Raja Parultop dengan gembira apalagi setelah dilihat putrinya sudah hamil tua.

Karena Pinggan Matio sudah hamil tua, mertua Silahisabungan meminta agar putrinya tinggal di Balla menunggu kelahiran anaknya, karena Silalahi tidak ada teman mereka membantu.

Setelah beberapa bulan mereka tinggal di Balla, Pinggan Matio melahirkan seorang anak laki–laki. Silahisabungan merasa gembira dan bersyukur karena dia sudah menjadi seorang ayah. Begitu juga Raja Parultop dan istrinya merasa berbahagia karena sudah ada cucu dari putrinya Pinggan Matio. Mereka berencana untuk mengadakan perhelatan besar sambil membuat nama cucunya itu. Rencana itu diberitahukan kepada menantunya Silahisabungan, yang disambut dengan senang hati.

Raja Parultop mengundang raja–raja dan penduduk negeri untuk menerima adat dari Silahisabungan sambil menobatkan nama cucu yang baru lahir. Pada pesta perhelatan itu Raja Parultop berkata: “Bapak dan Ibu yang kami hormati, sudah lebih satu tahun puteri kami Pinggan Matio berumah tangga dengan Silahisabungan dan telah dianugerahi Tuhan seorang anak laki–laki. Selama ini kami merasa ragu–ragu karena belum terlaksana adat yang berlaku. Hari ini tibalah saatnya anak menantu kami membayar adat sekaligus memberi nama cucu yang baru lahir dan menobatkan ayahnya menjadi raja.”

Kemudian Raja Parultop mengatakan: “Nunga loho raja, jalanunga loho roha, hubaen ma goar ni pahompu on Si Liho Raja.” ( Sudah berkumpul semua Raja, sudah bulat dan puas pikiran = loho roha kuberikan nama cucuku ini Si Liho Raja), katanya. Beberapa minggu setelah pesta, Raja Silahisabungandengan istrinya Pinggan Matio kembali ke Silalahi Nabolak. Putera sulung Si Loho Raja kemudian dijodohkan (dipaorohan) dengan putri tulangnya Ranim Bani boru Padangbatanghari.

Selama dua tahun mereka tidak pernah lagi datang ke Balla. Karena sudah dua tahun tak pernah datang Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio ke Balla, rasa kangen dan rindu Raja Parultop timbul lalu berkata kepada istrinya: “Sitingkir jolo borunta tu Silalahi, aku sudah rindu,” katanya. Bertepatan dengan kehadiran Raja Parultop di Silalahi Pinggan Matio, melahirkan anak kedua seorang laki–laki. Kemudian anak itu diberi nama Tingkir Raja atau Tungkir Raja.

Pada suatu ketika Raja Silahisabungan bertukang membuat tempat tidur (rusbang) dari kayu bulat yang disebut “Sondi”. Setelah tempat tidur selesai dikerjakan, Pinggan Matio melahirkan anak ketiga seorang laki–laki, yang kemudian diberi nama Sondi Raja. Raja Silahisabungan nampak bergembira karena telah mempunyai tiga orang anak laki–laki, tetapi Pinggan Matio terasa kurang bergairah karena belum diberikan Tuhan anak perempuan.

Hati Pinggan Matio yang gundah gulana diperhatikan Raja Silahisabungan, lalu ia pergi bersemedi ke Gua Batu di atas Huta Lahi. Dia memohon kepada Mulajadi Nabolon agar mereka diberikan seorang anak perempuan. Idaman Pinggan Matio dan Permohonan Raja Silahisabungan dikabulkan Mulajadi Nabolon. Pinggan Matio melahirkan anak keempat seorang perempuan, lalu ia berkata: “Nga gabe jala mamora ahu, hubahen ma goar ni borunta on Deang Namora,” ( Sudah bahagia dan kaya aku, kuberikan nama Puteri kita Deang Namora =Kaya) katanya kepada Raja Silahisabungan dengan Suka cita. Raja Silahisabungan juga merasa bahagia karena permintaannya terkabulkan.

Kemudian Pinggan Matio melahirkan anak kelima, seorang anak laki–laki. Pada waktu kelahiran anak kelima ini, Raja Silahisabungan baru mengganti atap rumah yang terbuat dari kayu butar. Oleh karena itu mereka membuat nama anak kelima ini Butar Raja atau Sidabutar/Sinabutar.

Pada waktu kelahiran anak keenam, Raja Silahisabungan sedang berada di pulau Samosir untuk mencari tanah kosong menjadi milik keturunannya kelak. Tanah itu kemudian disebut Luat Parbaba. Setelah Raja Silahisabungan kembali dari seberang (bariba) dijumpainya telah lahir seorang anak laki-laki. Karena ia baru tiba dari bariba (seberang) maka diberilah nama anak itu Dabariba Raja atau Sidabariba.

Kelahiran anak Raja Silahisabungan yang ketujuh ditandai dengan terjadinya peristiwa alam. Pada saat Pinggan Matio melahirkan, turun hujan lebat sehingga terjadi tenah longsor (tano bongbong) di Silalahi Nabolak. Karena tano bongbong (tanah longsor) itu mengagetkan Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio, maka mereka membuat nama laki–laki yang baru lahir itu Debong Raja = Debang Raja atau Sidebang.

Anak Raja Silahisabungan yang kedelapan bernama Batu Raja atau Pintu Batu. Pada waktu kelahiran anak bungsu Pinggan Matio ini, Raja Silahisabungan sedang bersemedi di gua batu di atas Huta Lahi. Saat melahirkan itu, Pinggan Matio merasa lelah karena faktor usia, sehingga mengerang minta bantuan. Loho Raja yang melihat ibunya mengerang pergi mamanggil Raja Silahisabungan. Raja Silahisabungan buat obat salusu (obat penambah tenaga), Boru Pinggan Matio melahirkan seorang anak laki–laki. Karena Silahisabungan dipanggil dari Gua Batu maka diberilah nama anak itu Baturaja atau Pintubatu. Dengan kelahiran Baturaja maka anak Raja Silahisabungan dari Pinggan Matio boru Padangbatanghari berjumlah delapan orang, tujuh orang anak laki–laki dan seorang puteri.

Semenjak kelahiran Baturaja, Raja Silahisabungan selalu manandanghon hadatuon (bertanding ilmu) ke Samosir, Simalungun, dan Tanah Karo.

(sumber: http://www.silahisabunga.com)